Hanya dalam hitungan hari, Provinsi Kepulauan Riau akan segera mengoperasikan kawasan ekonomi teranyarnya. Kawasan Ekonomi Eksklusif Galang Batang (KEK Galang Batang), yang terletak pada kecamatan Gunung Kijang, Teluk Bintan rencananya akan diresmikan pengoperasiannya pada awal November.
Are seluas 2.336 hektare yang diresmikan menjadi KEK berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2017 ini akan menjadi salah satu poros pengembangan dalam sektor industri yang baru di Bintan. Fokus utama KEK Galang Batang yakni menjadi pusat industri pengolahan mineral hasil tambang, bauksit, serta material turunannya.
Melalui fokus tersebut, KEK Galang Batang tentu diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat bintan, terutama dalam pengembangan industri pengolahan serta penyerapan tenaga kerja yang berasal dari masyarakat setempat.
KEK Galang Batang diketahui terbagi dalam 4 zona yaitu; zona pengolahan ekspor, zona logistik, zona industri pengolahan bijih bauksit, dan zona energi (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Pada kawasan tersebut terdapat kemudahan-kemudahan bagi investor yang menanamkan modal lewat pengembangan industri berupa insentif fiskal, jaminan investasi, kepastian hukum, pelayanan satu atap, serta pembangunan infrastruktur.
Dormitori Bukan Menjadi Opsi
Seperti halnya wilayah-wilayah perindustrian lainnya, area KEK Galang Batang juga sangat berfokus pada aktivitas industri dengan bangunan-bangunan pabrik dan infrastruktur penunjang.
Salah satu infrastruktur penunjang krusial yang harus diadakan yakni infrastruktur hunian. Meskipun tidak berada dalam satu kawasan dengan pabrik-pabrik pengolahan yang ada, setidaknya pengelola harus menempatkan sejumlah lahan untuk dibuat hunian yang layak khusus untuk para pekerja. Berkaca pada beberapa kawasan industri yang ada, hampir seluruh tipe hunian dapat terbangun khusus untuk para pekerja. Contoh saja kawasan Industri Cikarang dan Karawang di Bekasi, Jawa Barat.
Untuk mayoritas yang ada, hunian untuk para pekerja industri masih didominasi oleh dormitori. Dormitori pada dasarnya merupakan sebuah asrama yang dapat berbentuk rumah tapak atau hunian vertikal yang disewakan atau difasilitasi (dibayarkan oleh suatu pihak) untuk masyarakat pencari hunian di sekitaran kawasan tertentu.
Meskipun menjadi pilihan primer seperti layaknya di kawasan-kawasan industri lain, kelemahan dormitori adalah hunian tersebut bukan merupakan hunian milik meskipun dapat ditempati tanpa harus membayar atau difasilitasi secara penuh oleh suatu pihak, perusahaan misalnya. Terlenanya para pekerja yang biasanya difasilitasi akan berujung kepada ketidakpunyaan properti saat berhenti atau pindah pekerjaan dari kawasan industri tersebut.
Permasalahan ini sebenarnya telah ditelaah oleh Dewan Pengurus Daerah Real Estate Indonesia Kepulauan Riau berdasarkan pengalaman para pekerja golongan tua yang tidak memiliki rumah saat-saat terakhir dirinya bekerja.
Triyono, Sekretaris Real Estate Indonesia (REI) Kepulauan Riau, mengatakan untuk menghilangkan permasalahan seperti ini, pihak pengelola wilayah Kepulauan Riau, pengelola KEK, dan para developer perumahan harus bersinergi dalam hal pembuatan regulasi yang win-win solution.
Para developer sendiri, tidak hanya memberikan opsi tempat bermukim bagi para pekerja industri, juga berpotensi memberikan tipe hunian untuk dimanfaatkan oleh para investor sebagai lahan investasi. Ia mencontohkan, keberadaan KEK tentu akan mendatangkan sejumlah pekerja asing yang tentu butuh hunian di sekitar wilayah kerja.
Maka dari itu, para developer berencana mengembangkan hunian apartemen atau sewa rumah ekslusif yang syarat dengan nilai investasi dan kenyamanan untuk para ekspatriat. Nilai investasi dalam hal ini dapat bermanfaat bagi para konsumen yang menyewakan kembali kepada para ekspatriat mengingat tidak bisanya penduduk asing memiliki hunian pribadi.
Hal ini selain membuat keberagaman opsi tempat bermukim juga meningkatkan pertumbuhan properti di kawasan tersebut. Ia berharap, meskipun saat ini regulasi yang ada untuk pengembangan hunian masih sangat privat dan terbatas, suatu saat nanti terdapat sinergitas yang solid antara developer, pengelola wilayah Kepri, dan pengelola KEK. Tentu, hal tersebut juga menjadi solusi pengurangan backlog di Provinsi Kepulauan Riau.
Komentar